Sustainable Fisheries Partnership Solusi Implementasi Ekonomi Biru

Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengumumkan pengimplementasian ekonomi biru (blue economy), di mana pemerintah berkomitmen untuk memulihkan keseimbangan habitat laut dan mempercepat perekonomian laut. Bahkan KKP telah menetapkan 5 program prioritas yang akan terus dijalankan untuk mendukung ekonomi biru. Demi menyukseskan jalannya 5 program prioritas tersebut, KKP memandang sustainable fisheries partnership sebagai solusi yang paling tepat untuk meningkatkan partisipasi semua stakeholder dalam mendukung pemerintah untuk mencapai tujuan.

1. KKP Jalin Sustainable Fisheries Partnership Dengan Bank Dunia

Sejumlah 5 program yang ditetapkan KKP sebagai program prioritas demi mendukung berjalannya konsep blue economy di Indonesia, diantaranya adalah perluasan area konservasi laut, penangkapan ikan terukur dengan basis kuota, pengelolaan budidaya laut, pesisir dan pedalaman, pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengelolaan sampah plastik di laut. Dalam rangka menyukseskan program prioritas yang pertama untuk memperluas area konservasi laut, KKP bahkan telah menginisiasi Insan Terang – Lautra, sebuah program pengembangan kawasan konservasi yang mendapat pendanaan dari Bank Dunia.

2. Insan Terang – Lautra Perkuat Pengelolaan Konservasi Sekaligus Meningkatkan Industri Perikanan

KKP memang terus meningkatkan infrastruktur untuk mendukung program perluasan konservasi melalui peningkatan Infrastruktur Kawasan Terumbu Karang – Lautan Sejahtera yang disingkat Insan Terang – Lautra. Dengan mengedepankan sustainable fisheries partnership, peningkatan infrastruktur ini pun akan dijalankan dengan menjalin sinergi bersama Bank Dunia. Kegiatan Insan Terang – Lautra yang rencananya akan mulai berjalan efektif pada pertengahan tahun 2023 ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dengan pengelolaan kawasan konservasi yang dianggap memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan.

Dengan kata lain, kegiatan Insan Terang – Lautra diharapkan bukan hanya sekedar memperluas dan memperkokoh pengelolaan kawasan konservasi, tetapi juga tetap memberi penghidupan bagi masyarakat pesisir dengan menjalankan aspek berkelanjutan dalam aktivitas fisheries industry.

3. Insan Terang – Lautra Perkuat Pengelolaan Konservasi Sekaligus Meningkatkan Industri Perikanan

Melalui hal tersebut, peningkatan pengelolaan terumbu karang dan efektivitas pengelolaan konservasi yang mendukung kemajuan ekologi dan ekonomi secara bersamaan pun dapat terlaksana. Sustainable fisheries partnership pun dapat membentuk sinergi antara pemerintah dengan para stakeholder, terutama para pelaku perusahaan perikanan. Baik dari sisi pengawasan dan evaluasi program, pemerintah dan pihak yang berkolaborasi bersama dengan masyarakat dapat turut memantau agar program prioritas KKP berjalan sesuai jalur. 

Hal ini sama halnya dengan Aruna terapkan dalam menjalin sinergi dengan masyarakat pesisir dan nelayan. Bersama Aruna Hub, masing-masing pihak baik pihak internal Aruna, Local Heroes, serta para nelayan saling mentransfer pengetahuan serta saling mengawasi agar pengimplementasian kegiatan perikanan yang sustainable dapat berjalan dengan baik dan tetap memberikan manfaat.

Ikan Pelagis dan Ikan Demersal, Primadona Sea Fisheries Supply

Selama ini masyarakat sebagai konsumen produk perikanan hanya membedakan ikan berdasarkan habitat airnya, yakni ikan air tawar, ikan air payau, atau ikan air laut. Jika ditanya jenis ikan pelagis atau demersal, masih banyak yang belum awam dengan pengklasifikasian jenis ini. Padahal, fisheries supply dengan market ekspor terbesar merupakan ikan yang berasal dari jenis pelagis dan demersal.

Berbeda dengan pelaku bisnis besar di fisheries industry, mereka pasti sudah familiar betul dengan karakteristik dan perbedaan dari ikan pelagis dan demersal ini. Pengklasifikasian ikan pelagis dan demersal dilakukan pada jenis ikan air laut berdasarkan jenis habitatnya.

1. Pengertian Ikan Pelagis dan Ikan Demersal

  • Ikan pelagis adalah jenis ikan yang hidup di permukaan air dan hidup berkelompok
  • Ikan demersal merupakan ikan yang hidup di dasar laut yang berlumpur, berpasir dan banyak bebatuan

Pengklasifikasian ikan pelagis sendiri kembali diturunkan berdasarkan ukurannya, yaitu ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar. Berbeda dengan jenis pelagis, Syahrizal Siregar, Business Operations Officer Aruna, menyatakan, “Klasifikasi turunan dari ikan demersal dibedakan dengan karakteristik lebih kompleks berdasarkan massa jenis dan kemampuan berenangnya, yaitu bentuk dan bentopelagis. Sebagai integrated fisheries commerce di bidang perikanan, Aruna juga ingin agar jenis ikan pelagis dan demersal ini menjadi familiar di kalangan umum.”

2. Perbedaan Ikan Pelagis dan Ikan Demersal

  • Individual vs berkelompok
    Yang paling membedakan dari karakteristik kedua ikan ini adalah mengenai bagaimana cara mereka hidup di habitatnya, karena ikan pelagis terbiasa hidup menggerombol sedangkan jenis ikan yang satu lagi terbiasa hidup individual.
  • Kandungan minyak dalam tubuh
    Jenis ikan demersal hanya memiliki kandungan minyak sebesar 1%-4% dari total berat badannya. Sebaliknya, dalam tubuh ikan pelagis dapat terkandung minyak hingga 30%, yang menjadikan ikan daging demersal termasuk dalam ikan daging putih. 

3. Komoditas Primadona Fisheries Supply dari Ikan Pelagis dan Ikan Demersal

Masing-masing ikan pelagis dan ikan demersal yang ada di perairan laut Indonesia merupakan komoditas primadona dalam sektor perikanan, baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Beberapa contoh di antaranya adalah:

Ikan pelagis: cakalang, tuna, tongkol, kembung, teri

Ikan demersal: kuwe, kerapu, bandeng, bawal, kakap merah atau bambangan

Masyarakat umum pasti sudah sering mendengar dan menjadikan contoh ikan diatas sebagai ikan konsumsi. Syahrizal mengatakan, “Bukan hanya di ekosistem Aruna saja, ya, tetapi secara umum, dari masing-masing kedua jenis ikan laut ini, yang menjadi primadona dan sudah banyak tersedia di berbagai supplier seafood adalah ikan cakalang yang merupakan jenis ikan pelagis dan kerapu dari ikan demersal.”

4. Meski Memiliki Nilai Ekonomi, Kelestarian Ikan Harus Tetap Dijaga

Baik ikan pelagis maupun ikan demersal memang ikan laut yang tergabung dari kedua klasifikasi tersebut sudah sejak lama ditangkap secara komersial  untuk mengisi kebutuhan fisheries supply dan dijadikan sebagai sajian utama dalam restoran maupun rumah tangga. Oleh karena itulah, habitat kedua jenis ikan ini harus dipantau agar tidak terjadi tindakan overfishing yang dapat mengakibatkan kerusakan alam dan jumlah ketersediaannya berkurang drastis.

Aruna sebagai perusahaan perikanan yang mengedepankan penerapan konsep sustainable fisheries, terus berusaha menggandeng komunitas nelayan agar ketersediaan ikan dan habitatnya tetap terjaga dengan baik, serta melakukan metode penangkapan yang tidak membahayakan lingkungan. “Dari semakin banyaknya Aruna Hub yang tersebar di berbagai daerah di area pesisir kepulauan Indonesia, terbukti penerapan metode perikanan keberlanjutan dapat meningkatkan taraf hidup nelayan dari segi pemahaman dan ekonomi,” sebut Syahrizal ketika ditanya mengenai salah satu langkah yang Aruna ambil untuk mengimplementasikan sustainable fisheries

Selain berhasil membuka akses pasar yang jauh lebih luas bagi para komunitas nelayan lokal untuk mengisi kebutuhan fisheries supply, banyak perusahaan perikanan melalui ekosistem mereka juga melakukan banyak gerakan agar ekonomi dan ekologi dapat bersinergi. Aruna adalah salah satu contoh perusahaan perikanan yang dapat mengajak para nelayan anggotanya untuk turut aktif menjaga kelestarian habitat perairan.

Menjadikan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia di Tahun 2045

Negara Kesatuan Republik Indonesia dimata dunia selama ini memang sudah diakui sebagai salah satu negara kepulauan dan memiliki bentang laut yang besar, sehingga memiliki visi untuk menjadikan NKRI sebagai poros maritim dunia di tahun 2045 bukanlah hal yang mustahil. Namun tentu saja, akan ada banyak rintangan yang harus dihadapi untuk mencapai tujuan besar ini, karena ada banyak ketinggalan di berbagai sektor yang harus segera dibenahi. Salah satu jalan yang dapat mempermulus langkah Indonesia adalah dengan lebih dahulu menjadikan Indonesia sebagai center of sustainable fisheries in the world.

Indonesia Merupakan Salah Satu Jalur Pelabuhan Penting di Dunia

Perlu disadari bersama bahwa dunia maritim bukan sekedar persoalan perikanan dan kelautan, tetapi juga menyinggung jalur perdagangan laut yang selama ini justru didominasi oleh negara tetangga kita. Wakil Presiden (Wapres) K.H Ma’ruf Amin menyatakan bahwa 90% dari perdagangan global yang diangkut melalui jalur laut, 40% di antaranya melewati Selat Malaka khususnya perairan Indonesia. Dari sisi jalur perdagangan global laut, kita memang sudah memiliki posisi yang cukup penting. Bahkan berkat berbagai pembenahan dwelling time di pelabuhan Indonesia per akhir tahun 2022 hanya memakan waktu 2-2,5 hari, jauh lebih singkat dibandingkan tahun 2016 yang bisa memakan waktu hingga 1 minggu.

Dari sisi infrastruktur kemaritiman, memang sudah banyak sekali pembenahan yang sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi mewujudkan visi poros maritim dunia, termasuk pada bagian sumber daya kelautan yang ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) beserta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves). Hasil nyata dari sinergi yang dilakukan kedua kementerian ini untuk memperkokoh pilar maritim Indonesia memang semakin banyak terlihat.

Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Sekaligus Center of Sustainable Fisheries in the World

Dari berbagai kemajuan yang sudah tercatat, apakah Indonesia sudah layak menyandang gelar poros maritim ataupun center of sustainable fisheries in the world? Jawabannya memang masih belum, tetapi semakin dekat ke arah sana. Pemerintah melalui KKP bahkan telah membuat 5 program prioritas yang telah berjalan dengan tujuan memajukan ekonomi sekaligus ekologi kemaritiman.

Food and Agriculture Organization (FAO) melalui laporan bertajuk “The State of World Fisheries and Aquaculture 2022” merilis data bahwa China merupakan negara dengan produksi ikan laut tertinggi di dunia sekaligus supplier seafood utama dengan hasil 11,77 juta ton, sedangkan total produksi Indonesia sebesar 6,4 juta ton. Sementara itu masalah besar yang masih menjadi batu sandungan fisheries industry di Indonesia adalah illegal fishing. Untuk menekan kasus illegal fishing ini, KKP bahkan telah mengeluarkan kebijakkan Penangkapan Ikan Terukur (PIT).

Pelaksanaan Program PIT Sebagai Satu Solusi untuk 2 Masalah Sekaligus

Kebijakkan PIT juga telah dilaksanakan Pemerintah China untuk mengatur batas target kapal, alat tangkap yang digunakan, serta izin penangkapan ikan, namun Pemerintah China justru mendorong para nelayan untuk terus menangkap ikan sebanyak-banyaknya (overfishing). Hal ini bisa dijadikan senjata bagi Indonesia, dengan menerapkan wawasan keberlanjutan serta terus meningkatkan kapasitas produksi, maka ikan asal Indonesia akan lebih dihargai karena didapat atau dibudidayakan dengan memperhatikan keseimbangan ekologi yang sesuai dengan konsep ekonomi biru.

Potensi hasil laut Indonesia masih sangat besar, karena China dengan luas perairan laut 3,5 juta km2 dapat memproduksi ikan dengan total 11,77 ton. Sedangkan Indonesia dengan dua kali luas lautan China (6,3 juta km2), baru mampu memproduksi 6,4 juta ton. Kelemahan ini justru dapat dijadikan kekuatan agar dengan kebijakan KIP yang diambil pemerintah sambil menjalankan 4 program prioritas lainnya, bisa meningkatkan hasil produksi perikanan lewat jalur lain, yakni budidaya. Langkah pemerintah Indonesia untuk menjadikan PIT sebagai solusi untuk menekan illegal fishing sekaligus meningkatkan usaha budidaya perikanan, merupakan upaya yang brilian.

Dukungan Dari Seluruh Pelaku Dunia Perikanan Sangat Dibutuhkan

Yang perlu menjadi catatan para insan pelaku perikanan dari sektor hulu sampai hilir, termasuk Aruna sendiri sebagai perusahaan perikanan adalah untuk terus mendukung Indonesia agar bisa menguatkan pilar agar dapat menjadi poros maritim dunia sekaligus center of sustainable fisheries in the world. Apalagi dengan keberadaan Aruna Hub yang telah membantu implementasi perikanan keberlanjutan dan meningkatkan pendapatan nelayan, Aruna akan terus menyokong pemerintah untuk memajukan dunia maritim khususnya sektor perikanan di Indonesia.

Pentingnya Investasi SDM, KKP Wujudkan Transformasi OII

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pernah mengungkapkan kalimat, “Kunci utama keberhasilan implementasi kebijakan ekonomi biru adalah SDM yang unggul.” Di tengah gencarnya pemerintah mengimplementasikan konsep ekonomi biru yang berkaitan erat dengan sustainability, maka pemerintah juga serius memikirkan sustainable fisheries partnership jobs agar dapat dipenuhi oleh tenaga ahli dan tenaga profesional yang mumpuni untuk memajukan dunia perikanan Republik Indonesia. Oleh karena itulah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM Perikanan) menyatukan berbagai institusi pendidikan perikanan menjadi Ocean Institute of Indonesia (OII).

Sebelumnya, KKP melalui BRSDM Perikanan sudah memiliki 20 satuan pendidikan tinggi serta menengah, serta sebuah politeknik Ahli Usaha Perikanan (AUP) yang berlokasi di Jakarta. Semua satuan pendidikan tersebut pun akhirnya dilebur sehingga melahirkan one single institute bernama OII. Pemerintah melakukan peleburan ini karena sadar betul bahwa diperlukan langkah strategis untuk dapat mengisi kebutuhan sustainable fisheries partnership jobs dengan sumber daya manusia (SDM) dan kesempatan kerja yang tepat.

OII akan Menjadi Satu-Satunya Institusi yang Siap Memenuhi Sustainable Fisheries Partnership Jobs

“Untuk itu, saya sudah meminta kepada Kepala BRSDM untuk merancang pembentukan Ocean Institute of Indonesia yang nantinya akan menjadi satu-satunya institusi pendidikan tinggi di Indonesia khusus bidang kelautan dan perikanan,” pungkas Menteri Trenggono. OII yang secara resmi telah diluncurkan pada Agustus 2022 lalu ini bukan hanya menjadi sebuah institusi pendidikan yang bersifat vokasi, melainkan juga pendidikan keilmuan yang telah menjalin kerjasama dengan universitas luar negeri yang berasal dari Korea Selatan, Tiongkong, Jepang, Australia, dan lain-lain.

Program Studi OII Dirancang Semakin Relevan dengan Kebutuhan

Setelah ditransformasi, Ocean Institute of Indonesia kini memiliki berbagai program studi yang telah disiapkan untuk lebih relevan dengan kebutuhan industri perikanan dan  sustainable fisheries partnership jobs, di antaranya:

  • Mekanisasi Perikanan
  • Teknologi Penangkapan Ikan
  • Permesinan
  • Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
  • Teknologi Akuakultur
  • Teknologi Pemanfaatan Sumber Daya Perairan
  • Penyuluhan Perikanan, Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
  •  Teknik Kelautan
  • Teknologi Perikanan Tangkap
  • Permesinan Kapal
  • Agribisnis
  • Teknologi Penanganan Patologi Perikanan

Transformasi pada OII juga dilakukan dengan meningkatkan SDM tenaga pengajar serta pelaku akademisi perikanan dengan menggelar PRogram Guru Besar Vokasi Kelatan dan perikanan 2022-2025.

Tentu saja nantinya para peserta didik OII akan turut serta terjun dalam kancah fisheries industry bukan hanya sebagai tenaga ahli dan profesi di jajaran KKP, melainkan dapat juga mengembangkan ekosistem usaha. Hal tersebut tercermin pada saat anggota DPR melakukan kunjungan, dimana para taruna OII sudah mengembangkan bidang kewirausahaan dengan menampilkan produk kelautan dan perikanan yang ditunjukan dari Kampus Jakarta, Kampus Serang, serta Kampus Bogor.

Taruna OII Sudah Berhasil Mengembangkan Produk Bernilai Ekonomis

Bahkan bukan hanya melulu fokus di pengembangan produk perikanan, ada satu produk unik yang dipamerkan oleh taruna yakni holy mangrove tea yang memiliki banyak khasiat kesehatan karena mengandung antioksidan dan mencegah berbagai penyakit seperti kanker, diare, hepatitis, gangguan pencernaan, penuaan dini, dan banyak manfaat lainnya. Teh mangrove atau teh bakau yang dipamerkan oleh taruna ini dapat dijadikan bahan percontohan untuk inkubasi bisnis yang melingkupi pengembangan produk dan perluasan pasar yang tentu saja tetap memerhatikan aspek sustainability, karena keberadaan bakau sangat besar perannya di ekosistem kelautan dan perikanan.

Bagaimana pemerintah mempersiapkan SDM yang mumpuni untuk memenuhi berbagai posisi pada lini  sustainable fisheries partnership jobs harus mendapat dukungan dan keterlibatan dari banyak pihak di berbagai sektor. Apalagi, jumlah pemuda di Indonesia mencapai 54% dari total jumlah penduduk. Tentu saja Aruna sebagai perusahaan perikanan berharap masyarakat pesisir dapat memiliki kemampuan yang memadai untuk dapat memberdayakan perekonomian di daerah mereka sendiri.

Satu hal lagi yang perlu menjadi perhatian adalah negara kita adalah bukan hanya terletak pada SDM yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja, tetapi juga SDM yang mampu memperluas ketersediaan lapangan kerja. Mengingat begitu besar potensi kelautan dan perikanan di Indonesia yang belum digarap dengan baik, Aruna Hub akan senantiasa mentransfer segala ilmu yang diperlukan agar kemajuan mulai dari hulu sampai hilir serta di lini supplier seafood pun, masyarakat pesisir dapat terlibat dan memiliki andil.

Budidaya Air Tawar Udang Vaname, Usaha Perikanan yang Menjanjikan?

Dalam rangka menjalankan konsep blue economy, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memutuskan untuk melakukan pembatasan kuota bagi kegiatan perikanan tangkap secara bertahap. Tentunya kebijakan yang diambil oleh KKP ini sudah sekaligus mempersiapkan solusi pembatasan kuota tersebut, yakni dengan menggencarkan kegiatan nelayan untuk berbudidaya. Salah satu alternatif usaha perikanan yang menjanjikan bagi para nelayan ini adalah budidaya air tawar udang vaname.

Udang vaname memang merupakan hewan air yang memiliki habitat asli di perairan laut, tetapi dengan melakukan beberapa modifikasi maka membudiyakannya sangat memungkinkan untuk dilakukan di perairan tawar. Metode ini memang belum populer, tetapi sudah banyak dilakukan oleh pelaku usaha dan ternyata pembudidayaan yang mereka lakukan ini bisa membuahkan hasil yang memuaskan.

Jika Dilakukan Dengan Benar, Budidaya Udang Vaname Akan Menjadi Usaha Perikanan yang Menjanjikan

Karakter air tawar dibandingkan dengan air laut tentu saja memiliki perbedaan yang signifikan, karena ada banyak kandungan mineral di air laut yang tidak terdapat dalam air tawar. Oleh karena itulah, sebelum melakukan pembudidayaan udang vaname pada medium air tawar, para nelayan budidaya harus terlebih dahulu menyiapkan komponen mineral khusus agar kandungannya menyerupai air laut.

Diperlukan Modifikasi dan Adaptasi Agar Udang Dapat Beradaptasi

Ada beberapa bahan yang harus ditambahkan pada air tawar agar layak dijadikan habitat yang baik bagi perkembangbiakkan udang vanamedolo. Adapun, bahan termasuk meliputi mit, kapur pertanian, garam krosok, kalium klorida (CL), mineral essence, kalium karbonat, serta magnesium klorida. Dengan menambahkan bahan-bahan yang sudah disebutkan tadi dengan komposisi yang sesuai, maka medium air tawar yang digunakan sudah siap untuk dijadikan habitat baru bagi bibit-bibit udang vaname.

Tentunya setelah memenuhi komposisi mineral laut yang sesuai pada medium air tawar, bibit udang harus melakukan adaptasi terlebih dahulu pada medium air yang digunakan, karena biar bagaimanapun medium air tawar yang sudah dimodifikasi memiliki salinitas yang rendah. Pembiasaan ini dapat dilakukan pada proses pendederan dengan ukuran post larvae 1-10. Setelah dibiasakan maka benur dapat ditebar pada kolam pembesaran sesuai tingkat salinitas terakhir.

Udang Vaname Lebih Tahan Penyakit Jika Dibudidayakan di Air Tawar

Ada fakta unik yang didapat dari pembudidayaan air tawar udang vaname ini, yakni didapatkan hasil bahwa ternyata udang yang dibudidayakan bukan pada habitat asli ini justru memiliki resistansi lebih tinggi terhadap penyakit WSSV (White Spot Syndrome Virus ) atau myo. Fakta ini tentu saja dapat menjadi magnet dan menjadikan budidaya udang vaname medium air tawar menjadi usaha perikanan yang menjanjikan, terutama sebagai alternatif penghasilan para nelayan tangkap. Karena pembudidayaaan ini dapat dilakukan di lokasi yang jauh dari pantai sekalipun, para nelayan dapat membangun medium budidaya di teras rumah mereka sendiri.

Kegiatan budidaya udang vaname ini bukan hanya sekedar sebagai sebuah usaha perikanan yang menjanjikan, melainkan akan ada efek domino dengan meningkatnya kebutuhan berbagai bahan baku yang diperlukan untuk memodifikasi air tawar. Tentu saja ini memberikan potensi ekonomi baru bagi masyarakat untuk menjadi pemasok unsur mineral. Selain membuat rantai pasokan udang lebih mudah untuk didistribusikan, supplier seafood pun bisa mendapat harga yang lebih stabil karena tidak perlu memesan dari lokasi yang terlalu jauh. Tentu saja efek domino dari pembudidayaan udang air tawar ini akan sangat baik untuk fisheries industry.

Aruna Mendukung Pemerintah untuk Memberi Akses Lebih Luas

Berbagai potensi yang terdapat pada pembudidayaan varian udang laut di media air tawar yang sudah dimodifikasi ini, tentu saja harus banyak disosialisasikan pada masyarakat, khususnya para nelayan yang terdampak pembatasan kuota ikan tangkap. Aruna Hub yang merupakan bagian dari ekosistem perikanan akan dengan senang hati mendukung dan menjadi rekan pemerintah untuk menyebarluaskan potensi budidaya ini, dengan tetap mengedepankan aspek sustainable fisheries. Implementasi wawasan keberlangsungan dalam bidang perikanan ini sangat penting untuk terus digalakkan dalam setiap kesempatan, agar kemajuan ekonomi dapat tetap menjaga kesehatan ekologi, sebuah prinsip dasar yang sejalan dengan konsep ekonomi biru.

Tambak Udang Kebumen, Sustainable Fisheries Examples yang Inklusif

Kementerian Kelautan dan Perikanan atau yang biasa disingkat KKP semakin banyak menunjukkan berbagai hasil kerja mereka dalam hal penerapan aspek keberlangsungan atau sustainable fisheries. Karya terbaru dari KKP yang sangat tepat untuk dijadikan objek sustainable fisheries examples ini adalah Budidaya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) Modern yang dibangun di Kebumen, Jawa Tengah.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Tb. Haeru Rahayu, mengungkapkan bagaimana KKP menjadikan tambang udang yang berbasis kawasan ini merupakan sebuah proyek percontohan yang disiapkan agar penerapannya dapat direplikasi oleh daerah-daerah lain. “Kita membuat modelling budidaya udang berbasis kawasan, ini yang akan kita coba dorong terus. Alhamdulillah, tahun ini KKP berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Kebumen. Pak Bupati terus mendukung,” ungkapnya.

Sustainable Fisheries Example Secara Inklusif yang Melingkupi SDM, Ekologi dan Ekonomi

Sejak awal, KKP sudah mengungkapkan akan memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang berasal dari masyarakat sekitar, serta melibatkan tenaga teknis lokal dalam mengelola kawasan tambak udang modern terbesar di Indonesia ini. Sasaran utama dari tambak modern ini bukan hanya sekedar penyematan embel-embel modernisasi, melainkan menunjukkan keberhasilan penerapan wawasan sustainable yang memberikan dampak inklusif pada berbagai aspek, terutama dari sisi ekologi dan ekonomi.

Bukan hanya peningkatan taraf hidup masyarakat pendapatan daerah saja, tetapi juga turut menjaga kelestarian ekosistem. Keberhasilan tambak udang modern ini pun juga akan menambah deretan bukti nyata pula, bahwa penerapan keberlangsungan dalam fisheries industry sesuai dengan konsep ekonomi biru maupun ekonomi sirkular. Sehingga evaluasi dan riset yang dilakukan dalam kaitan sustainable fisheries examples pada BUBK ini akan dapat terus dilakukan secara mendalam.

Sebelumnya Merupakan Area Tambak yang Kurang Produktif

Kawasan tambak udang yang dibangun di Kebumen ini dibangun pada lahan seluas 100 hektar ini sudah menyerap 60 hektar lahan yang dipakai untuk membangun berbagai infrastruktur. Sebelumnya dibangun sebagai kawan tambak modern, kawasan ini merupakan area tambak tradisional yang memiliki produktivitas 0,6 ton/ha/tahun yang tidak beraturan dan tidak memiliki IPAL. Berkat gagasan langsung dari Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, dibangunlah lahan tersebut dan kini dijadikan sebagai sebuah terobosan pembangunan tambak dengan konsep yang lebih modern dan lebih produktif. Harapannya, 2 juta ton target produksi udang nasional siap memasok supplier seafood di berbagai daerah pada tahun 2024 nanti.

“Ini adalah yang pertama di Indonesia, dan model seperti ini akan kita bangun di banyak tempat di Indonesia. BUBK kita mulai dari Kebumen sebagai percontohan nasional,” ujar Trenggono pada saat melakukan kunjungan di lokasi bersama Bupati Arif Sugiyanto, Wakil Bupati Ristawati Purwaningsih, jajaran Forkompimda, KRT H Darori Wonodipuro anggota DPR RI dari Kebumen, serta jajaran terkait.

Pembangunan yang Digagas Sendiri Oleh Menteri KKP

Menteri Trenggono juga mengungkapkan bahwa model BUBK ini memang sangat tepat untuk dibangun karena pengelolaannya yang modern serta memberikan perhatian penuh pada aspek kelestarian lingkungan dan ekosistem sekitar. KKP menargetkan BUBK di Kebumen ini akan mulai beroperasi pada Februari 2023 dan menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 300 orang secara langsung. Bupati Kebumen Arif Sugiyanto juga menerangkan bahwa tenaga lokal yang dipakai nantinya akan dilatih terlebih dahulu di Jepara, sebelum nantinya akan dipekerjakan untuk mengelola BUBK.

Aruna sebagai perusahaan perikanan yang sangat mengedepankan penerapan teknologi dan aspek keberlangsungan pun akan turut menjadikan proyek BUBK Kebumen ini sebagai sustainable fisheries examples yang patut untuk dikaji dan direplikasi penerapannya untuk memajukan sektor perikanan. Dengan mengutamakan kolaborasi salah satuanya melalui Aruna Hub, niscaya masa depan perikanan domestik yang lebih baik akan dirasakan manfaatnya oleh berbagai lapisan masyarakat.

Keterbukaan KKP dalam Pengimplementasian Sustainable Fisheries Concept

Pengelolaan sektor perikanan secara berkelanjutan (sustainable fisheries concept) memiliki 3 unsur yang saling berkaitan, yakni ekologi, ekonomi, dan sosial. Hal tersebut diungkap oleh Pakar Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Teknologi Kelautan, dan Analisis Sistem Perikanan, Sugeng Hari Wisudo. Oleh karena itu, pemerintah pun harus membuat peraturan yang juga memperhatikan kepentingan pelaku usaha, konservasi, dan masyarakat. “Di sinilah pentingnya keterbukaan. Saya melihat KKP sudah membuka dan nelayan sudah berdialog dan ini terus dilakukan, sehingga nanti bertemu di titik optimum untuk semua,“ pungkas Sugeng.

Baru-baru ini pemerintah membuka forum diskusi dengan para nelayan untuk membahas mengenai perubahan mekanisme PNBP (pendapatan negara bukan pajak) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dari praproduksi ke pascaproduksi. Perubahan ini bertujuan untuk mengoptimalkan implementasi sustainability dalam fisheries industry agar ketersediaan ikan di laut tetap terjaga.

Perubahan Birokrasi dari Praproduksi ke Pascaproduksi sejalan dengan Ekonomi Biru dan Memberi Kemudahan Akses

Dalam diskusi Bincang Bahari dengan tajuk “Pengaturan PNBP Pascaproduksi” di Media Center KKP yang digelar pada Kamis, 19 Januari 2023 dan turut dihadiri oleh forum nelayan, Ditjen Perikanan Tangkap KKP Ukon Ahmad Furqon memberikan penjelasan lebih mendetail mengenai perubahan mekanisme pungutan ini. Perubahan mekanisme penghitungan pascaproduksi ini juga sekaligus menghilangkan biaya pengurusan SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan), sehingga PNBP hanya berdasarkan jumlah tangkapan riil.

Dengan perkuatan infrastruktur pelaporan yang menggunakan teknologi tepat guna, para nelayan dan pelaku usaha dapat mengisi data hasil tangkapan secara mandiri melalui aplikasi e-PIT. Data yang diinput secara mandiri tersebut nantinya akan diverifikasi oleh pemerintah dan jika setelah verifikasi ada kekurangan bayar, maka pelaku usaha diwajibkan membayar sisa kekurangan tersebut. Perubahan mekanisme penghitungan pungutan ini juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diberlakukan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mengedepankan Diskusi dalam Menentukan Kebijakan demi Penerapan Sustainable Fisheries Concept yang Sinergis

KKP dalam menetapkan kebijakan dan pengimplementasian sustainable fisheries concept tentu saja tetap melibatkan dan mendengar masukan yang diberikan oleh para nelayan dan para pelaku usaha, salah satunya saat nelayan meminta agar adanya penurunan tarif indeks PNBP untuk kapal berukuran diatas 60 GT. Ukon menyatakan sudah menyiapkan jalan keluarnya dengan melakukan penyesuaian Harga Acuan Ikan (HAI) yang menjadi salah satu variabel penghitungan mekanisme pascaproduksi pungutan PNBP. 

Kajidin selaku Ketua Front Nelayan Bersatu Indramayu juga mengungkapkan bahwa mereka tidak mempersoalkan perubahan mekanisme, namun meminta peninjauan ulang besaran indeks bagi kapal di atas 60 GT dan pemerintah bisa mempercepat masa transisi. “Kapal di atas 60 GT mendapat masukan dari nelayan karena dianggap cukup besar indeks tarifnya. Ini yang kita serap. Pak Menteri juga sudah menerima langsung teman-teman nelayan belum lama ini. Saat ini proses sedang berjalan, dan kami sudah diskusi dengan teman-teman di Kemenkeu dan mereka mendukung. Kami tetep diskusi bagaimana ini cepat selesai sesuai harapan,” ungkap Ukon.

Aruna yang terus mengedepankan sinergi dengan masyarakat melalui Aruna Hub, sangat mengapresiasi keterbukaan KKP untuk mau mendengar aspirasi nelayan sebagai bagian dari ekosistem perikanan dalam mengimplementasikan sustainable fisheries concept. Hal ini dilakukan untuk menerapkan sistem perikanan yang berkelanjutan memang harus tetap memperhatikan kepentingan setiap golongan yang terlibat didalamnya, termasuk masyarakat pesisir bahkan para pelaku perikanan di bagian supplier seafood. Dengan demikian, setiap kebijakan bukan hanya dibuat untuk kepentingan pemerintah, pelaku usaha, konservasi, atau masyarakat kecil saja melainkan dapat memunculkan sinergi agar dapat berjalan dengan baik dan simultan.

Mencontoh Sustainable Fisheries Case Study Dari Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir memang harus dijadikan sebagai ujung tombak dalam hal pengimplementasian sustainable fisheries, terutama yang mata pencahariannya bersumber dari sektor perikanan baik itu pelaku ikan tangkap ataupun pembudidaya. Dari masyarakat pesisir lah kita dapat melihat keberhasilan sosialisasi dalam mengimplementasikan wawasan keberlanjutan dan menjadikannya sebagai sustainable fisheries case study.

Kita harus sadar betul bahwa wawasan keberlanjutan bukan hanya penting bagi fisheries industry, tetapi juga bagi kelestarian alam. Masyarakat yang tinggal di pesisir akan sering menemukan hewan-hewan laut yang dilindungi yang perlu mendapat penanganan dan tidak boleh diperjualbelikan ataupun dikonsumsi. Oleh karena itu, mereka harus memiliki bekal pengetahuan yang cukup.

Viralnya Video yang Layak Dikaji Lebih Dalam untuk Sustainable Fisheries Case Study

Baru-baru ini, sebuah video yang dibagikan oleh nelayan pada saat mereka menangkap ikan di laut layak dijadikan sebagai sustainable fisheries case study. Dalam video yang diunggah di media sosial tersebut, terlihat ketika nelayan sedang menangkap ikan di laut, mereka menemukan beberapa ekor penyu yang tidak sengaja masuk dalam pukat mereka. Para nelayan tersebut mengetahui bahwa seluruh jenis hewan penyu masuk dalam kategori hewan yang dilindungi.

Karena para nelayan tersebut sadar pentingnya menjaga hewan laut yang dilindungi, mereka lantas mengeluarkan penyu-penyu yang terperangkap dalam jaring tersebut. Bahkan dalam video, terlihat seorang nelayan membantu membersihkan cangkang penyu dari tempelan hewan parasit. Dari keterangan sang nelayan, diketahui bahwa penyu yang berukuran paling besar tersebut diperkirakan sudah berusia 8 tahun. Setelah selesai dibersihkan, lantas para nelayan bergotong-royong untuk mengembalikan penyu tersebut ke dalam laut.

Pesan Pamungkas Sang Nelayan, Layaknya Sebuah Jargon

“Mari kita jaga biota laut, guys!”, pungkas salah satu nelayan di bagian akhir video pelepasan penyu. Video aktivitas nelayan yang melepas penyu ini telah banyak dibagikan oleh berbagai media elektronik. Masyarakat yang menyaksikan video tersebut banyak yang mengungkapkan rasa salut mereka terhadap sikap yang diambil oleh kelompok nelayan tersebut. Karena sudah menjadi rahasia umum, banyak oknum yang justru tidak melakukan hal yang semestinya ketika mereka menemukan hewan-hewan dilindungi. Apalagi penyu memiliki nilai ekonomi dalam perdagangan ilegal.

Dari tindakan yang dilakukan para nelayan dalam video tersebut, dapat dilihat bagaimana mereka tidak tergoda dengan potensi keuntungan besar yang bisa didapat, tetapi justru malah kembali melepaskan penyu-penyu yang tidak sengaja mereka tangkap ke lautan lepas. Selain patut diapresiasi, yang dilakukan oleh para nelayan ini dapat dikaji dalam kaitan sustainable fisheries case study.

Nelayan dan masyarakat pesisir yang sudah dibekali wawasan sustainable fisheries akan turut berperan aktif dalam melindungi hewan-hewan yang berada di lautan. Karena mereka sudah memiliki kesadaran bahwa keseimbangan alam beserta isinya harus dijaga, masyarakat pun tidak lagi tergiur untuk terlibat dalam kegiatan ilegal yang dapat merusak alam baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Peran Aktif Masyarakat Harus Semakin Ditingkatkan

Dengan adanya peran aktif seluruh masyarakat pesisir dalam menjaga dan mengawasi lingkungan, niscaya tidak akan ada lagi pihak yang diam-diam menjual hewan dilindungi pada oknum supplier seafood ilegal. Selain itu, masyarakat daerah pesisir yang sudah memiliki pembekalan pengetahuan yang cukup juga dapat membantu mencegah kematian dari hewan-hewan dilindungi ketika terdampar ke tepi pantai.

Tugas mengedukasi masyarakat akan pentingnya menerapkan wawasan keberlanjutan di sektor perikanan merupakan tugas yang harus diemban bersama. Aruna pun melalui ekosistem pelaku perikanan yang tergabung dalam Aruna Hub akan terus mendampingi masyarakat pesisir, bukan hanya sekedar meningkatkan taraf hidup mereka tetapi untuk turut memberikan bekal pengetahuan dalam menjaga keseimbangan alam.

Belajar Sustainable Fisheries Characteristics dari Suku Bajo

Keberadaan suku bajo atau bajau mungkin sudah familiar di tengah masyarakat Indonesia, terutama bagi yang gemar melakukan perjalanan ke berbagai daerah perairan Indonesia demi mengunjungi keindahan alam perairan dan bawah laut. Suku nomaden yang sudah terbiasa mengarungi luasnya lautan dan samudera ini memiliki banyak tradisi yang sangat serupa dengan sustainable fisheries characteristics.

Ya, lagi-lagi kita disadarkan untuk tidak melulu mencari belajar dan mengadaptasi konsep sustainable fisheries dari sumber yang terlalu jauh. Karena jika ditelisik lebih dalam, ada banyak kearifan lokal masyarakat yang layak untuk dijadikan bahan percontohan untuk dapat dikembangkan. Kebudayaan dari masyarakat bahari suku bajo ini salah satunya.

Suku Bajo Kaya Akan Sustainable Fisheries Characteristics

Karena laut menjadi nadi dari kehidupan masyarakat bajo sehari-hari, Suku Bajo sangat meyakini bahwa kita harus selalu mematuhi norma yang berlaku agar bisa hidup berdampingan dengan laut. Meskipun uniknya, berbagai tradisi yang terbentuk berawal dari rasa takut masyarakat suku bajo terhadap Mbo Madilau, sosok yang diyakini sejak jaman nenek moyang mereka sebagai “makhluk” penguasa lautan.

  • Tubba dikatutuang, sustainable fisheries characteristics paling menarik dari suku bajo

Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya adalah “karang yang disayang”. Merupakan kawasan konservasi yang dianggap keramat oleh masyarakat, sehingga tidak boleh melakukan kegiatan penangkapan ikan di kawasan tersebut. Berkat tradisi ini kelestarian terumbu karang dan ketersediaan ikan di tubba dikatutuang sangat terjaga.

  • Parika sebagai sistem kelembagaan dan bagi hasil tangkapan

Seseorang akan menjabat sebagai parika dan memiliki tugas utama untuk membagi area penangkapan ikan, sehingga yang dipilih adalah sosok yang dewasa dan mampu menjadi pemimpin. Karena dalam 1 perahu terdiri dari beberapa orang, maka sistem pembagian hasilnya pun sudah ditentukan, yakni:

  1. parika sekaligus si pemilik jaring penangkap ikan mendapat 2 bagian
  2. sehe yang membantu nangkap ikan (biasanya terdiri dari 2 orang) masing-masing 1 bagian
  3. panuba yang membantu menggiring ikan tidak mendapat bagian, tetapi berhak memiliki hasil ikan yang dia panah sendiri dari area tangkapan
  •  Karang Tapotong (Karang Pakitta)

Masyarakat sangat menghormati lautan, sehingga mereka selalu melakukan ritual ketika akan melakukan kegiatan apapun, termasuk sebelum memulai menangkap ikan. Nelayan akan mencelup kacamata renang mereka sambil mencuci muka dengan air laut sebelum mulai “bekerja”. Mereka juga akan mengungkapkan bahwa kedatangan mereka ke tempat “melaut” tersebut adalah sebagai sahabat, bukan sebagai musuh.

  • Urutan sanksi terhadap pelanggaran

Tentu saja ada hukuman atau sanksi yang akan diberikan jika ada anggota masyarakat yang melanggar ketentuan. Jika diurutkan, ada sanksi pertama berupa teguran, sanksi kedua dikembalikan ke desa, kemudian sanksi ketiga berupa uang denda.

Negara kita yang terdiri dari beraneka ragam suku dengan warisan budayanya masing-masing, Di dalamnya tentu terdapat banyak pengetahuan yang sudah terbentuk secara turun-temurun. Aruna sangat menyadari akan hal ini, sehingga di setiap lokasi Aruna Hub didirikan, maka tugas yang pertama kali harus dilakukan adalah mempelajari budaya dan tradisi dari masyarakat di daerah tersebut.

Impian Aruna untuk memajukan fisheries industry di negara kita terbukti bisa berjalan tanpa harus memaksa ataupun merusak tradisi baik masyarakat yang sudah terbentuk. Seperti halnya kita belajar sustainable fisheries characteristics dari suku bajo, dengan beradaptasi dengan kebudayaan masyarakat, bukan tidak mungkin jika kelak ada tradisi lokal yang dapat menginspirasi perbaikan sistem supply chain pada seafood supplier.

Fisheries Supply Menyokong SDM yang Unggul

Mungkin judul di atas mengundang tanya di benak, apa iya fisheries supply dapat disandangkan sebagai ujung tonggak kualitas Sumber Daya Manusia? Pada faktanya, pakar dari FAO (Food and Agriculture Organization) menyatakan bahwa konsumsi protein hewani sangat penting karena protein hewani mengandung banyak nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan dan kecerdasan. Sementara data FAO menyebutkan bahwa jumlah konsumsi protein hewani Indonesia hanya 8%, sangat jauh dibandingkan dengan Malaysia (30%) dan Thailand (24%).

Fisheries Supply Dapat Mewujudkan SDM yang Unggul

Ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik, ketahanan nasional, dan kemandirian sebuah bangsa tidak dapat terwujud jika kualitas Sumber Daya Manusianya tidak memadai. Sementara itu, usaha untuk memperbaiki SDM sangat bergantung dari pemenuhan gizi dan ketahanan pangan nasional. Jadi, tidak salah jika dikatakan bahwa kecukupan pangan merupakan sebuah investasi untuk mewujudkan visi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur.

Lebih lanjut, FAO mengatakan bahwa protein yang bersumber dari hewan mengandung asam amino esensial, vitamin serta mineral yang lebih lengkap dibandingkan dengan sumber protein nabati. Selain itu, sumber protein hewani juga berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh manusia. Tidak heran jika kita disarankan untuk mengkonsumsi protein hewani setiap hari.

Dalam tema HARKANNAS (Hari Ikan Nasional) pada tahun 2022 yakni “Ikan Menyehatkan dan Mencerdaskan untuk Generasi Unggul”, tercermin bagaimana pemerintah berupaya untuk meningkatkan konsumsi protein hewani terutama ikan untuk dapat menciptakan generasi yang unggul. Pemerintah terus memberikan dorongan agar masyarakat dapat meningkatkan konsumsi ikan hingga 59,33 kg per kapita. Sedangkan data yang dihimpun hingga tahun 2021, tingkat konsumsi ikan per kapita di Indonesia masih di angka 55,37 kg.

Memang jumlah konsumsi ikan per kapita pada tahun 2021 sudah jauh lebih baik jika dibandingkan pada tahun 2012 yang hanya 33,89 kg. Padahal produksi perikanan nasional pada tahun 2020 tercatat sebanyak 542 ribu ton dan bisa memenuhi ketahanan pangan serta menghasilkan nilai Rp 9,69 triliun. Jika peningkatan produksi ini dapat diimbangi dengan peningkatan jumlah konsumsi ikan per kapita kita, maka fisheries industry dapat menggerakkan dua roda sekaligus yakni roda ekonomi dan roda peningkatan gizi masyarakat.

Alangkah baiknya jika setiap elemen masyarakat memberikan dukungan lebih pada usaha pemerintah dalam meningkatkan jumlah konsumsi ikan per kapita ini. Dengan demikian,akan ada semakin banyak SDM unggul yang tercipta berkat kecukupan nutrisi, apalagi disertai dengan fakta bahwa negara kita sudah diberkati dengan lautan yang luas dan kaya. Jangan sampai produksi ikan nasional terkenal dapat memenuhi kebutuhan berbagai negara, tetapi masyarakat Indonesia sendiri belum tercukupi kebutuhan proteinnya.

Aruna Terus Berkomitmen Memberikan Dampak bagi Masyarakat

Tentu saja tingkat konsumsi ikan nasional juga menjadi perhatian bagi perusahaan perikanan Aruna. Sangat besar harapan bahwa wawasan sustainable fisheries bukan hanya meningkatkan taraf hidup kelompok tertentu, tetapi juga turut berperan untuk masyarakat luas. Selain selama ini sudah membantu akses pasar yang lebih terbuka melalui kemitraan di Aruna Hub, ke depannya akan ada kolaborasi lain yang terjalin untuk menjadikan fisheries supply kita bisa turut berperan untuk meningkatkan tingkat konsumsi ikan pada masyarakat.

Terus melebarkan jangkauan layanan agar lebih banyak lagi daerah yang dapat menikmati manfaat dan kemudahan yang selama ini dapat Aruna berikan bagi produsen dan konsumen, merupakan salah satu hal yang terus kami upayakan. Selain itu kami juga percaya dengan terus berupaya berinovasi dan memperbaiki fisheries supply chain dan mengedepankan wawasan keberlanjutan, akan semakin banyak dampak yang dapat dirasakan oleh masyarakat.