Olahan Abon Ikan oleh Perempuan Pesisir Selayar sebagai Bentuk Hilirisasi Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan sebesar 4-6% pada tahun 2023. Untuk memenuhi target tersebut, KKP terus mendorong pemanfaatan sumber daya laut, termasuk melalui hilirisasi. Hilirisasi perikanan adalah proses mengubah produk perikanan mentah menjadi produk olahan yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.

Salah satu contoh sukses hilirisasi perikanan adalah olahan abon ikan di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Olahan abon ikan tersebut diproduksi oleh Kelompok Kembang Dahlia, para perempuan pesisir asal Desa Mekarindah, Kepulauan Selayar.

Abon Ikan Produksi Kelompok Kembang Dahlia

Sebelas orang perempuan pesisir tergabung dalam Kelompok Kembang Dahlia. Awalnya, abon ikan hanya diproduksi dalam skala kecil. Seiring berjalannya waktu, usaha mereka terus berkembang dan semakin sukses. Produknya tidak hanya dipasarkan di sekitar Selayar, tetapi juga ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Kendari, Makassar, dan Kalimantan. Abon ikan dijual seharga Rp15.000 per kemasan 100 gram.

Dalam seminggu, Kelompok Kembang Dahlia memproduksi abon ikan dua kali. Proses pembuatannya mencapai 9 jam per sesi. Rosmina, dari Kelompok Kembang Dahlia, menjelaskan bahwa seluruh proses pembuatan abon ikan dilakukan secara mandiri, dari pengadaan bahan baku, hingga pengemasan.

Abon ikan berkualitas tinggi tersebut dikemas dengan aman dan menarik. Bahan baku produksi abon ikan diperoleh dari nelayan lokal di tiga dusun terdekat, antara lain Dusun Saburangiah, Bansiang, dan Alasah.

Potensi Perikanan di Kepulauan Selayar

Perairan Kepulauan Selayar memiliki sumber daya ikan yang melimpah, terutama ikan cakalang, ikan tongkol, dan ikan tuna. Ikan-ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak diminati oleh pasar. Potensi perikanan ini dapat dioptimalkan melalui pengembangan produk perikanan olahan, misalnya pembuatan abon ikan.

Usaha abon ikan memiliki potensi untuk menjadi usaha yang berkelanjutan, karena abon ikan memiliki daya simpan yang lama dan mudah didistribusikan. Daya simpan abon ikan dapat mencapai 6 bulan hingga 1 tahun jika disimpan dengan benar. Abon ikan juga berbentuk padat dan tidak mudah rusak, sehingga pendistribusiannya mudah.

Dampak Positif Hilirisasi Perikanan

Hilirisasi perikanan telah memberikan dampak positif bagi masyarakat pesisir di Kepulauan Selayar, salah satunya adalah menciptakan lapangan kerja bagi perempuan pesisir. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pesisir juga dapat meningkatkan produktivitasnya dan meningkatkan ekonomi keluarga. Usaha abon ikan telah memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat pesisir.

Di samping itu, hilirisasi perikanan juga dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk perikanan. Abon ikan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan ikan mentah. Abon Ikan Khas Kepulauan Selayar telah dipasarkan ke luar kota, bahkan ke luar pulau.

Sebagai perusahaan perikanan yang mendukung perikanan berkelanjutan, Aruna mengapresiasi Kelompok Kembang Dahlia atas upayanya mengembangkan produk abon ikan. Produk abon ikan yang dihasilkan oleh Kelompok Kembang Dahlia merupakan contoh nyata bagaimana hilirisasi perikanan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan.

Yayasan Maritim dan Aruna juga berkomitmen untuk terus memberdayakan usaha menengah, kecil, dan mikro masyarakat pesisir, khususnya mereka yang mengolah produk perikanan. Yuk, dukung pelaku usaha perikanan lokal dengan membeli produk-produk mereka. Dengan demikian, kita turut berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan keberlanjutan sumber daya perikanan.

Peran Penyuluh Penting Dalam Sustainable Fisheries Development

Pemerintah Republik Indonesia telah menjadikan ekonomi biru sebagai haluan serta mencanangkan visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Keduanya tentu mensyaratkan Indonesia agar memiliki pilar yang kuat di sektor kelautan dan perikanan. Karena sektor kelautan dan perikanan akan memegang posisi yang semakin penting, maka diperlukan strategi sustainable fisheries development yang komprehensif dan mumpuni agar dapat menjadikan dunia maritim Indonesia sebagai tulang punggung pembangunan yang kokoh.

Dalam menjalankan sustainable fisheries development, ketersediaan dan kualitas parah penyuluh turut memegang peran penting untuk mencapai keberhasilan penerapan program prioritas yang telah dicanangkan pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal ini dikarenakan para penyuluh bertugas mendampingi serta menjadi penghubung untuk menyampaikan informasi seputar dunia perikanan dari pemerintah pusat ke daerah-daerah. Mengingat peran penting yang diemban oleh tenaga penyuluh perikanan, maka sangat miris ketika fakta di lapangan justru mengungkapkan bahwa jumlah mereka masih belum sesuai dengan kebutuhan.

Berbagai Daerah Masih Kekurangan Tenaga Penyuluh Perikanan

aruna fokus dalam penyuluhan sustainability perikanan

Salah satu contoh kasus kekurangan tenaga penyuluh perikanan ini terjadi di Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan. Koordinator Penyuluh Perikanan Kabupaten Empat Lawang, Andi Ramlan S.Pi. mengungkapkan bahwa di area kerjanya hanya terdapat 7 orang yang tergabung dalam tim penyuluh perikanan di Dinas Perikanan Kabupaten Empat Lawang. Sementara di Kabupaten Empat Lawang terdapat 10 kecamatan dan di Kecamatan Pendopo seharusnya disediakan 2-3 orang penyuluh karena kegiatan perikanan di sana lebih besar dibandingkan kecamatan lain.

“Idealnya satu kecamatan satu orang penyuluh perikanan. Kita ada 10 kecamatan. Akan tetapi juga tergantung wilayah perikanannya seperti Kecamatan Pendopo itu idealnya 2 atau 3 orang penyuluh perikanan,” demikian kata Andi Ramlan. Apalagi mengingat tugas mereka sangat penting untuk mengoordinasikan kegiatan perikanan di Satuan Administrasi Pangkalan (satminkal) penyuluhan perikanan serta dinas kelautan dan perikanan Provinsi Sumsel. Selain itu, para penyuluh perikanan juga bertugas melakukan verifikasi serta menandatangani pelaporan dan absensi penyuluhan perikanan dan melaksanakan tugas lain yang didelegasikan oleh BRSDM KP (Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan).

Kekurangan Penyuluh Perikanan Akan Berdampak Pada Jalannya Sustainable Fisheries Development

Persoalan kekurangan sumber daya manusia (SDM) di badan KKP ini harus segera diselesaikan, apalagi mengingat pemerintah baru saja mereformasi sistem pendidikan kelautan dan perikanan dan melakukan meleburkan seluruh unit menjadi Ocean Institute of Indonesia (OII). Karena jika jumlah SDM penyuluh perikanan tidak memenuhi jumlah yang ideal, maka penerapan sustainable fisheries development akan mengalami keterlambatan karena penyampaian informasi dari pusat ke daerah-daerah tidak dapat berjalan dengan baik dan tentunya akan mengakibatkan keterlambatan juga pada berjalannya fisheries industry.

Local Hero dan Aruna Hub, Bukti Aruna Menyadari Pentingnya Ketersediaan SDM Penyuluh Perikanan

Selama ini Aruna sebagai perusahaan perikanan yang fokus untuk meningkatkan taraf hidup nelayan melalui kegiatan perikanan yang berkelanjutan, menyadari betul pentingnya posisi pendamping dan penyuluh dalam mengawal berjalannya kegiatan perikanan. Melalui peran aktif ekosistem kelautan dan perikanan Aruna Hub serta peran para Local Hero di setiap daerah inilah, Aruna berhasil melakukan transfer ilmu, pengetahuan dan teknologi ke masyarakat pesisir. Ya, bukan hanya para nelayan saja yang merasakan peningkatan taraf hidup, melainkan masyarakat non nelayan yang bermukim di pesisir pun turut merasakan dampak positif.

Aruna berhasil mengedukasi para penduduk pesisir khususnya perempuan untuk dapat menghasilkan produk turunan dari sisa hasil kegiatan penangkapan atau budidaya perikanan. Produk yang mereka hasilkan pun dibantu pemasarannya agar dapat disalurkan ke konsumen potensial seperti restoran, hotel maupun supplier seafood di berbagai daerah hingga ke luar negeri. Oleh karena itu melihat kenyataan bahwa masih banyak daerah pesisir di Indonesia yang kekurangan tenaga penyuluh perikanan, sangat memprihatinkan. Semoga pemerintah dapat bekerjasama dengan para akademisi maupun sektor swasta untuk dapat segera menyelesaikan permasalahan kekurangan SDM ini.