Mekanisme Direct Call Jadikan Waktu dan Biaya Ekspor Produk Perikanan Lebih Efisien

Ekspor produk perikanan berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2022 nilai ekspor produk perikanan Indonesia tercatat sebesar USD 6,24 miliar, meningkat sebesar 9,15% dari tahun sebelumnya.

Tujuan utama ekspor produk perikanan Indonesia didominasi oleh negara-negara Asia, seperti Malaysia, Singapura, Jepang, Hongkong, dan Tiongkok. Selain itu, ekspor produk perikanan juga dilakukan ke Amerika Serikat, Australia, dan berbagai negara lainnya.

Sampai saat ini, pengiriman produk perikanan melalui jalur udara merupakan pilihan yang populer. Namun, rute penerbangan yang mengharuskan transit menjadi kendala dalam pengiriman produk perikanan melalui jalur udara. Pemerintah berupaya untuk mengatasi kendala tersebut dengan membuka akses penerbangan ‘Direct Call’.

1. Direct Call sebagai Upaya Efisiensi Ekspor

Penerbangan direct call adalah penerbangan langsung dari satu bandara ke bandara lain tanpa transit. Sebelumnya, penerbangan kargo dari Indonesia ke negara tujuan ekspor harus transit di Jakarta. Namun saat ini, pengiriman kargo ke negara tujuan dapat dilakukan dari kota asal secara langsung, seperti pada rute Manado-Tokyo, Ambon-Sidney, dan Makassar-Hongkong. Ekspor produk perikanan melalui penerbangan direct call memiliki tiga keunggulan, yaitu:

  • Waktu pengiriman lebih singkat
    Produk perikanan dari Indonesia dapat dikirim secara langsung ke negara tujuan, sehingga waktu pengiriman menjadi lebih singkat.
  • Biaya lebih murah
    Biaya pengiriman melalui direct call umumnya lebih murah dibandingkan dengan pengiriman melalui jalur transit. Selain itu, tidak ada biaya tambahan untuk penyimpanan produk sementara.
  • Mutu produk lebih terjaga
    Produk perikanan tidak perlu mengalami proses transit yang dapat mengurangi kualitasnya.

2. Menjaga Mutu Produk Ekspor Perikanan

Produk perikanan yang diekspor harus terjamin kualitas dan keamanannya. Dalam hal ini, Balai Besar Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) berperan untuk memastikan hal tersebut. BKIPM melakukan pemeriksaan karantina ikan dan pengujian mutu untuk memastikan produk perikanan yang diekspor memenuhi standar mutu yang ditetapkan.

Kepala BKIPM Makassar, Siti Chadidjah, menegaskan bahwa BKIPM akan senantiasa mendukung langkah dalam upaya penjaminan mutu dan keamanan produk perikanan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan peluang ekspor, harga jual produk, dan kepercayaan konsumen terhadap produk perikanan Indonesia.

3. Dukungan Pemerintah Terhadap Ekspor Produk Perikanan

KKP bersama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkolaborasi untuk menyukseskan ekspor produk perikanan. Kolaborasi ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ekspor, serta meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar global.

Dinyatakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, KKP akan memberikan dukungan kepada para pelaku usaha perikanan. Dukungan tersebut meliputi pendampingan, sertifikasi, analisis potensi pasar, serta penjaminan mutu dan keamanan produk perikanan.

Penerbangan direct call merupakan langkah yang positif untuk meningkatkan ekspor produk perikanan. Mekanisme ini diharapkan dapat mengurangi biaya dan waktu ekspor, sehingga produk perikanan Indonesia dapat lebih cepat dan mudah mencapai pasar internasional.

Aruna, sebagai perusahaan perikanan yang berkomitmen pada perikanan berkelanjutan, turut mendukung peningkatan ekspor produk perikanan. Kami membantu para nelayan untuk menjangkau pasar yang lebih luas, baik di dalam maupun luar negeri.

Kamu juga dapat mendukung ekspor produk perikanan dengan lebih sering mengonsumsi seafood lokal. Hal ini akan meningkatkan permintaan produk perikanan Indonesia dan menciptakan peluang ekspor yang lebih besar bagi sektor perikanan. Dengan upaya bersama, Indonesia dapat menjadi produsen produk perikanan terbesar di dunia.

Alat Tangkap Ikan Ramah Lingkungan untuk Keberlanjutan Laut

Laut menyediakan berbagai sumber daya, seperti makanan, mineral, dan minyak. Kelestarian ekosistem laut perlu dijaga agar dapat terus memberikan manfaat bagi manusia. Namun, aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, seperti destructive fishing, dapat mengancam kelestarian laut.

Destructive fishing adalah penangkapan ikan dengan alat bantu yang merusak ekosistem laut. Cara ini juga dapat menyebabkan kematian ikan-ikan, termasuk ikan yang tidak ditargetkan. Contoh destructive fishing adalah menggunakan racun, bom, setrum, pukat harimau, atau cantrang. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa terdapat 653 kasus destructive fishing di Indonesia pada rentang tahun 2013-2019. Bukti ini menunjukkan bahwa perilaku destructive fishing telah menyebabkan kerusakan laut yang sangat besar.

Alat Tangkap Ramah Lingkungan

alat tangkap ikan ramah lingkungan

Alat tangkap yang ramah lingkungan adalah alat tangkap yang tidak merusak ekosistem laut dan ikan. Berikut adalah tiga contoh alat tangkap ramah lingkungan yang digunakan oleh nelayan, yaitu:

a. Bubu

Bubu adalah alat tangkap ikan tradisional yang terbuat dari potongan bambu yang disusun dan diikat dengan tali plastik. Bentuk bubu bervariasi, bisa berupa segi empat, silinder, atau trapesium. Cara menggunakannya adalah dengan meletakkannya di jalur yang biasa dilalui oleh ikan. Prinsip kerja bubu adalah menjebak ikan dengan cara membingungkan penglihatannya. Ikan yang masuk ke dalam bubu akan terperangkap dan tidak dapat keluar lagi. Bubu juga dapat digunakan untuk menangkap rajungan.

b. Jaring Insang (Gillnet)

Jaring insang adalah alat tangkap ikan berbentuk persegi panjang dengan mata jaring yang sama. Alat ini berfungsi untuk menjerat ikan, terutama ikan berukuran kecil dan menengah. Dengan menggunakan jaring insang, sekali tangkap bisa mendapatkan banyak ikan sekaligus.

c. Pancing (Hook and Line)

Alat tangkap ini dapat digunakan untuk menarik perhatian ikan target, dengan atau tanpa umpan. Ikan target akan tertangkap pada mata pancing yang terpasang pada tali, lalu ikan ditarik hingga ke permukaan laut. Yang termasuk dalam kategori ini adalah rawai dan pancing. Pancing biasanya digunakan untuk menangkap ikan berukuran besar.

Dampak Penggunaan Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dapat memberikan berbagai manfaat, antara lain menjaga keanekaragaman hayati laut, mencegah kerusakan habitat laut, dan meningkatkan kualitas produk perikanan yang dihasilkan. Nelayan dan kapal yang menggunakan alat tangkap ikan ramah lingkungan, turut mendukung perwujudan keberlanjutan ekosistem laut. Hal ini sejalan dengan kebijakan KKP dalam implementasi Ekonomi Biru.

Aruna Menggunakan Alat Tangkap Ramah Lingkungan

Sebagai salah satu supplier perikanan di Indonesia, Aruna berkomitmen untuk menggunakan alat tangkap ikan ramah lingkungan dalam proses produksinya. Kami bekerja sama dengan nelayan untuk mengembangkan dan menggunakan alat tangkap ikan ramah lingkungan, seperti bubu. Bubu digunakan untuk menangkap rajungan, yang merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan kami.

Penggunaan alat tangkap ikan ramah lingkungan merupakan salah satu upaya untuk menjaga lingkungan laut. Untuk ikut mendukung keberlanjutan ekosistem laut, kamu dapat memilih produk perikanan yang dihasilkan dengan menggunakan alat tangkap ikan ramah lingkungan. Dengan memilih produk Aruna, kamu dapat membantu menjaga laut tetap lestari. Bersama-sama, kita dapat berkontribusi dalam merawat sumber daya laut demi generasi mendatang.

Sambut Ekonomi Biru, Indonesia Berhasil Turunkan Sampah Plastik Laut secara Signifikan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menobatkan Indonesia sebagai negara yang paling banyak memproses sampah di darat untuk mengurangi sampah masuk ke laut. Berdasarkan data Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL), jumlah sampah plastik di laut Indonesia menurun dari 615.674 ton pada tahun 2018 menjadi 398.000 ton pada tahun 2022. Keberhasilan ini dapat menjadi pembelajaran penting bagi negara-negara kepulauan yang tergabung dalam Archipelagic and Island States (AIS).

Dalam 4 tahun terakhir, Indonesia berhasil menurunkan sampah plastik yang masuk ke laut sekitar 39 persen. Ini merupakan bukti komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian laut dan menjalankan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia antara lain:

Menerapkan pendekatan terpadu dalam pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.

Sumber utama sampah plastik di laut adalah daratan. Sehingga Indonesia tidak hanya berfokus pada pengelolaan sampah di laut atau wilayah pesisir, tetapi juga berupaya untuk mengatasi masalah sampah dari sumbernya. Salah satunya dengan melakukan pelarangan untuk penggunaan plastik sekali pakai bagi pelaku industri..

Edukasi untuk memilah sampah organik dan non-organik serta membuang sampah pada tempatnya juga terus digalakkan. Selain itu, masyarakat dan pelaku industri juga didorong untuk melakukan 3R: Reuse, Reduce, dan Recycle. Upaya-upaya ini menjadi aspek penting untuk mencegah lebih banyak sampah plastik sampai ke laut.

Memberikan edukasi kepada pelaku industri pelayaran tentang pengelolaan limbah laut.

Sumber sampah plastik di laut selain dari daratan adalah dari kapal-kapal, baik itu kapal barang maupun penumpang. Dengan meningkatkan kesadaran di kalangan pelaku industri pelayaran, volume sampah yang masuk ke laut dari kapal penumpang dan barang bisa terus ditekan. Edukasi ini penting untuk menciptakan rasa tanggung jawab di kalangan pemangku kepentingan industri, sehingga setiap pihak punya inisiatif untuk menjaga kelestarian laut.

Melakukan kerja sama dengan negara-negara tetangga untuk mengatasi masalah sampah plastik di perairan Indonesia.

Tak dipungkiri, sampah plastik yang masuk ke laut Indonesia sebagian berasal dari negara-negara lain. Untuk itulah dibutuhkan kerjasama dengan negara-negara terkait untuk mengatasi permasalahan sampah. Di pertengahan tahun 2023, Indonesia menyelenggarakan ASEAN-Indo-Pacific Workshop on Marine Plastic Debris. Bersama dengan negara-negara ASEAN dan anggota Pacific Islands Forum (PIF) Indonesia membahas penanganan sampah plastik laut sebagai isu utama.

Penurunan sampah plastik di laut juga merupakan hasil kerja sama antara berbagai pihak, salah satunya dalam gerakan Bulan Cinta Laut yang diinisiasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam gerakan ini, masyarakat diajak untuk membersihkan sampah di laut dan pesisir, sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan laut.

Pencapaian dalam pengurangan sampah plastik di laut menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga kelestarian lingkungan laut dan mengatasi perubahan iklim. Aruna mendukung upaya pelestarian laut dengan edukasi dan pendampingan kepada para nelayan terkait pelestarian ekosistem laut dengan mengurangi sampah plastik, memilah sampah dan membuangnya pada tempatnya, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dan menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan.

Neraca Sumber Daya Laut Penting Dalam Penerapan Sustainable Fishing

Bertempat di negara Panama, pada Jumat 3 Maret 2023 baru saja selesai digelar perhelatan berskala internasional Side Event The Global Ocean Accounts Partnership (GOAP) Our Ocean Conference (OOC). Victor Gustaaf Manopo selaku Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut yang mewakili Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), turut mengambil andil dalam perhelatan tersebut dengan mengutus untuk menggaungkan pentingnya isu neraca sumber daya laut (ocean account) untuk menjawab tantangan pengelolaan laut dalam penerapan sustainable fishing yang sesuai dengan arah ekonomi biru.

Sejak tahun 2021, proyek percontohan neraca sumber daya kelautan telah dilakukan di 7 Kawasan Konservasi Laut (KKL) dan 1 wilayah perikanan, menetapkan landasan yang kuat bagi Indonesia dalam menentukan luasan ekosistem, kondisi, dan nilai moneter untuk mangrove, karang, dan lamun secara nasional. Hal ini diungkapkan oleh Victor.

Alasan Neraca Sumber Daya Laut Penting Dalam Ekonomi Biru Maupun Sustainable Fishing

Definisi neraca sumber daya laut (neraca SDL) sendiri menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah kompilasi informasi yang terstruktur serta konsisten dan dapat dibandingkan berupa peta, data, statistik, dan indikator tentang lingkungan laut dan pesisir, termasuk keadaan sosial dan aktivitas ekonomi yang terkait termasuk alur rantai pasokan supplier seafood. KKP sendiri sebenarnya telah mengadakan pilot project bersama GOAP untuk bersama-sama mengembangkan serta menyusun neraca SDL. Karena kementerian yang dikepalai oleh Sakti Wahyu Trenggono ini menilai neraca SDL merupakan rujukan ideal dalam menerapkan pengelolaan laut yang mempertimbangkan aset sumber daya laut, aliran ekonomi dan lingkungan dimana sustainable fishing berkaitan erat dengan 3 hal tersebut.

Neraca DSL Merupakan Instrumen dengan Implikasi Nasional dan Global

Neraca Sumber Daya Laut Penting Dalam Penerapan Sustainable Fishing

Victor menjelaskan bahwa tantangan dari pengelolaan laut yang berkelanjutan terletak pada 3 hal yakni melindungi lautan sekaligus mempertahankan manfaatnya bagi umat manusia, mengupayakan peningkatan perlindungan laut dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, serta memastikan barang dan jasa dari lautan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

KKP memposisikan neraca SDL sebagai instrumen yang sudah sepatutnya dilibatkan demi membantu pengelolaan kawasan konservasi, perencanaan ruang laut, rehabilitasi ekosistem pesisir, serta pengembangan ekonomi berbasis kelautan. Melihat implikasinya dalam kebijakan dalam tataran nasional dan global, pemerintah Indonesia memprioritaskan penyusunan neraca SDL sebagai hal yang penting dan mendesak. Implikasi secara nasional dan global tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

Implikasi nasional

Data dan informasi keanekaragaman hayati serta ekosistem dalam pembangunan nasional yang akan mendukung pencapaian SDG atau tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

Implikasi global

Memiliki urgensi untuk mewujudkan komitmen Indonesia dalam forum Convention on Biological Diversity (CBD) dan High Level Panel on Sustainable Ocean Economy (HLP-SOE).

Dihadiri Banyak Pemangku Kepentingan, Indonesia Tidak Menyia-nyiakan Kehadirannya dalam OOC 2023

Forum Our Ocean Conference 2023 banyak dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara diantaranya dihadiri oleh Mike Kelloway selaku Ketua Dewan GOAP, Rick Spinrad Wakil Menteri NOAA (Amerika Serikat), Ilana Seid Perwakilan Tetap Palau untuk PBB, Sherpa Presiden Palau di Ocean Panel, Per W. Schive, Wakil Direktur Jenderal Kementerian Iklim dan Lingkungan (Norwegia), serta Ilona Drewry, Kepala Keuangan Biru Berkelanjutan Internasional (Inggris). Mengingat perhelatan forum internasional ini merupakan ajang penting dalam merumuskan berbagai aspek demi keberhasilan penerapan ekonomi biru, sangat tepat untuk kembali menggaungkan neraca SDL yang merupakan terobosan yang digagas oleh Trenggono selaku Menteri KKP.

Dengan terus berperan aktif dalam berbagai forum internasional yang berkaitan dengan SDG dan sustainable fisheries, tentunya peran pemerintah Indonesia pun akan semakin disegani oleh negara lain. Begitu juga halnya dengan apa yang selama ini dilakukan Aruna dalam berbagai kesempatan, mewakili suara perusahaan perikanan di Indonesia agar dapat terus memberikan dampak bagi masyarakat nasional dan global. Karena untuk dapat berhasil memajukan fisheries industry, metode dan instrumen yang tepat agar ekologi tetap dapat terpelihara harus mutlak digunakan. Kelak di kesempatan yang akan datang, Aruna pun membuka kemungkinan untuk mewakili ekosistem perikanan dan kelautan nasional di kancah internasional.

5 Negara yang Berhasil Menjalankan Sustainable Fisheries Concept

Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan sektor kemaritiman sebagai poros perekonomian penting di masa yang akan datang. Bahkan selain menerapkan blue economy, pemerintah juga memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Dalam penerapan blue economy atau ekonomi biru, tentu saja sangat erat kaitannya dengan penerapan konsep perikanan berkelanjutan (sustainable fisheries concept).

Negara Yang Berhasil Menjalankan Sustainable Fisheries Concept Didominasi oleh Negara Eropa

Sustainable Fisheries Concept

Implementasi konsep perikanan yang berkelanjutan memang tidak bisa dilepas dari perekonomian biru, dimana kemajuan ekonomi harus dibarengi dengan kelestarian ekologi. Terkini, sudah semakin banyak negara yang menyadari pentingnya penerapan sustainable fisheries concept dan sudah ada 5 negara yang telah berhasil menerapkan konsep keberlangsungan ini dimana 4 diantaranya merupakan bagian dari Benua Eropa, beberapa tersebut diantaranya adalah:

1. Kanada

Kanada telah memperkenalkan berbagai kebijakan dan praktik perikanan berkelanjutan yang terbukti efektif. Negara ini memiliki sistem manajemen perikanan yang ketat dan membatasi jumlah ikan yang dapat ditangkap setiap tahunnya. Bahkan Kanada juga telah mengembangkan program sertifikasi perikanan berkelanjutan yang dikenal sebagai Fisheries Improvement Projects (FIPs).

2. Amerika Serikat

Amerika Serikat juga telah berusaha keras untuk menerapkan perikanan berkelanjutan. Negara ini telah memperkenalkan berbagai undang-undang dan peraturan untuk membatasi jumlah ikan yang dapat ditangkap dan mengontrol kegiatan perikanan secara ketat. Amerika Serikat juga telah memperkenalkan program sertifikasi perikanan berkelanjutan sendiri yang dikenal sebagai Marine Stewardship Council (MSC), yang telah berhasil menghasilkan lebih dari 350 produk perikanan berkelanjutan di pasar global.

3. Selandia Baru

Selandia Baru telah menerapkan peraturan ketat untuk menjaga keberlanjutan perikanan mereka. Negara ini memiliki sistem manajemen perikanan yang efektif mencakup pengaturan batas tangkapan ikan, memperkenalkan zona penangkapan ikan yang terbatas dan melarang penangkapan ikan di beberapa daerah yang dianggap kritis. Selandia Baru juga telah menunjukkan komitmen yang kuat untuk menjaga keberlanjutan perikanan di tingkat internasional dengan mengambil bagian dalam beberapa forum dan organisasi global yang membahas perikanan berkelanjutan.

4. Islandia

Islandia juga telah menjadi pemimpin dalam menerapkan perikanan berkelanjutan. Negara yang terletak di Benua Eropa bagian barat ini memiliki sistem manajemen perikanan yang efektif, termasuk batasan jumlah ikan yang dapat ditangkap dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut. Islandia juga telah mengembangkan sertifikasi perikanan berkelanjutan sendiri yang dikenal sebagai Responsible Fisheries Management.

5. Norwegia

Negara ini telah memimpin perikanan berkelanjutan selama beberapa dekade terakhir karena telah menerapkan sistem manajemen perikanan yang ketat. Pemerintah Norwegia membatasi jumlah ikan yang dapat ditangkap setiap tahun dan mengontrol kegiatan perikanan termasuk alur seafood supplier secara ketat. Disamping itu, Norwegia juga memiliki sistem sertifikasi perikanan berkelanjutan yang diakui secara internasional, karena telah lebih dari 60% ikan yang ditangkap di perairan Norwegia sekarang telah tersertifikasi sebagai perikanan berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tentu saja bisa belajar banyak dari negara-negara yang telah berhasil memajukan sektor fisheries industry mereka dengan menerapkan sustainable fisheries concept tersebut melalui kerjasama bilateral ataupun multilateral. Meskipun tentu saja tugas untuk memajukan sektor kelautan bukanlah tugas pemerintah semata, seluruh lapisan harus kompak mendukung dan berperan aktif, mulai dari produsen hingga ke level konsumen.

Sebagai perusahaan supply chain aggregator, Aruna telah bergerak aktif untuk mengedukasi masyarakat mulai dari komunitas nelayan hingga ke masyarakat luas selaku konsumen produk perikanan, agar perikanan berkelanjutan dapat dirasakan dampaknya oleh seluruh pihak. Bahkan melalui ekosistem Aruna Hub, masyarakat pesisir di berbagai daerah telah mendapat edukasi untuk dapat mengurangi limbah kegiatan perikanan dengan mengolah limbah tersebut menjadi produk yang bernilai ekonomi, demi mencapai misi untuk menjadikan laut sebagai sumber kehidupan yang lebih baik untuk semua.

Utamakan Pengendalian Mutu Demi Memajukan Fisheries Main Industry

Pemerintah Republik Indonesia  telah memilih road map blue economy atau ekonomi biru sebagai sebagai haluan pembangunan jangka panjang. Tentu saja setiap perangkat pemerintah pun mulai bergerak untuk mendukung keberhasilan penerapan ekonomi biru ini. Konsep ekonomi biru memang menitikberatkan pada sektor kelautan yang tentu saja akan memberikan dampak besar pada fisheries main industry.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menyebutkan bahwa pengendalian mutu masih menjadi domain dari KKP untuk memastikan bahwa produk-produk dari industri perikanan dan kelautan memenuhi standar dan kualifikasi yang telah ditentukan. Untuk mendukung program besar bertema Blue Economy, KKP telah menyiapkan berbagai langkah pengendalian dan pengawasan mutu untuk menjaga kualitas hasil produksi dari fisheries main industry. Sebagai supplier iklan laut, Anda juga dapat turut serta dalam program ini dengan memastikan bahwa produk-produk iklan laut yang Anda tawarkan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh KKP.

Penerapan Pengendalian Mutu Harus Memenuhi Aspek Sustainability dan Memajukan Fisheries Main Industry

Sebagai unit quality control/penjamin mutu dan pengimplementasian penangkapan ikan terukur, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM)  yang diketuai oleh Pamuji Lestari menjabarkan bahwa jaminan mutu juga diterapkan secara menyeluruh, termasuk di bidang pengembangan penerapan sustainable fisheries budidaya laut, pesisir dan darat. Quality control di bidang budidaya perikanan ini diterapkan melalui Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dan traceability (ketertelusuran). Tentu saja penerapan quality assurance juga berlakukan pada kapal penangkapan ikan dan pelabuhan pendaratan demi mendorong meningkatnya jumlah kapal yang patuh terhadap persyaratan mutu.

Quality Assurance dipandang Tari berperan penting untuk dapat mewujudkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan serta perikanan secara sustainable, “Dengan begitu akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, dan pemasar hasil serta masyarakat umum,” pungkasnya.

Quality Assurance Berperan untuk Memastikan Hasil Target Produksi

Sebagai industri utama di Indonesia, perikanan menjadi fokus dalam rakernas BKIPM yang digelar di Sorong. Supplier iklan laut harus memastikan pengendalian mutu yang efektif agar target produksi tercapai sesuai standar mutu. Quality assurance dapat membantu memastikan kualitas produk perikanan yang terjaga, memenuhi harapan pelanggan, dan meningkatkan reputasi industri.

Hasil dari rakernas yang merancang pengawasan dan penjaminan mutu di fisheries main industry tentunya sangat dinantikan oleh seluruh insan kelautan dan perikanan, baik para nelayan, perusahaan perikanan, distributor seafood bahkan para konsumen. Dengan menerapkan sistem penjaminan mutu yang lebih baik, maka taraf hidup masyarakat akan meningkat dan konsumen bisa mendapat produk dengan jaminan kualitas yang baik.

Standar Kualitas Produk Perikanan yang Berkelanjutan Menjadi Kunci Penting bagi Aruna

Aruna sebagai perusahaan perikanan yang selama ini menerapkan wawasan keberlangsungan untuk dapat memajukan taraf hidup para nelayan dan membuat para konsumen bisa lebih mudah mendapatkan produk perikanan yang yang berkualitas dengan harga lebih terjangkau, turut menantikan output dari rakernas yang digelar di Sorong ini, meskipun Aruna memang telah membantu para nelayan meningkatkan taraf ekonomi mereka dengan membuat standar kualitas yang lebih baik untuk mengontrol hasil tangkapan dan budidaya.

Keberhasilan Aruna dalam menerapkan perikanan yang sustainable di berbagai daerah di Indonesia tidak lepas dari peran Local Heroes dan ekosistem Aruna Hub karena setiap daerah yang pasti memiliki kearifan lokal tersendiri. Tentu hal ini harus menjadi pertimbangan KKP untuk menyiapkan sosialisasi kebijakan pengawasan mutu perikanan agar dapat lebih mudah diterima dan dipahami oleh pelaku perikanan di seluruh daerah.

Keterbukaan KKP dalam Pengimplementasian Sustainable Fisheries Concept

Pengelolaan sektor perikanan secara berkelanjutan (sustainable fisheries concept) memiliki 3 unsur yang saling berkaitan, yakni ekologi, ekonomi, dan sosial. Hal tersebut diungkap oleh Pakar Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, Teknologi Kelautan, dan Analisis Sistem Perikanan, Sugeng Hari Wisudo. Oleh karena itu, pemerintah pun harus membuat peraturan yang juga memperhatikan kepentingan pelaku usaha, konservasi, dan masyarakat. “Di sinilah pentingnya keterbukaan. Saya melihat KKP sudah membuka dan nelayan sudah berdialog dan ini terus dilakukan, sehingga nanti bertemu di titik optimum untuk semua,“ pungkas Sugeng.

Baru-baru ini pemerintah membuka forum diskusi dengan para nelayan untuk membahas mengenai perubahan mekanisme PNBP (pendapatan negara bukan pajak) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dari praproduksi ke pascaproduksi. Perubahan ini bertujuan untuk mengoptimalkan implementasi sustainability dalam fisheries industry agar ketersediaan ikan di laut tetap terjaga.

Perubahan Birokrasi dari Praproduksi ke Pascaproduksi sejalan dengan Ekonomi Biru dan Memberi Kemudahan Akses

Dalam diskusi Bincang Bahari dengan tajuk “Pengaturan PNBP Pascaproduksi” di Media Center KKP yang digelar pada Kamis, 19 Januari 2023 dan turut dihadiri oleh forum nelayan, Ditjen Perikanan Tangkap KKP Ukon Ahmad Furqon memberikan penjelasan lebih mendetail mengenai perubahan mekanisme pungutan ini. Perubahan mekanisme penghitungan pascaproduksi ini juga sekaligus menghilangkan biaya pengurusan SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan), sehingga PNBP hanya berdasarkan jumlah tangkapan riil.

Dengan perkuatan infrastruktur pelaporan yang menggunakan teknologi tepat guna, para nelayan dan pelaku usaha dapat mengisi data hasil tangkapan secara mandiri melalui aplikasi e-PIT. Data yang diinput secara mandiri tersebut nantinya akan diverifikasi oleh pemerintah dan jika setelah verifikasi ada kekurangan bayar, maka pelaku usaha diwajibkan membayar sisa kekurangan tersebut. Perubahan mekanisme penghitungan pungutan ini juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diberlakukan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Mengedepankan Diskusi dalam Menentukan Kebijakan demi Penerapan Sustainable Fisheries Concept yang Sinergis

KKP dalam menetapkan kebijakan dan pengimplementasian sustainable fisheries concept tentu saja tetap melibatkan dan mendengar masukan yang diberikan oleh para nelayan dan para pelaku usaha, salah satunya saat nelayan meminta agar adanya penurunan tarif indeks PNBP untuk kapal berukuran diatas 60 GT. Ukon menyatakan sudah menyiapkan jalan keluarnya dengan melakukan penyesuaian Harga Acuan Ikan (HAI) yang menjadi salah satu variabel penghitungan mekanisme pascaproduksi pungutan PNBP. 

Kajidin selaku Ketua Front Nelayan Bersatu Indramayu juga mengungkapkan bahwa mereka tidak mempersoalkan perubahan mekanisme, namun meminta peninjauan ulang besaran indeks bagi kapal di atas 60 GT dan pemerintah bisa mempercepat masa transisi. “Kapal di atas 60 GT mendapat masukan dari nelayan karena dianggap cukup besar indeks tarifnya. Ini yang kita serap. Pak Menteri juga sudah menerima langsung teman-teman nelayan belum lama ini. Saat ini proses sedang berjalan, dan kami sudah diskusi dengan teman-teman di Kemenkeu dan mereka mendukung. Kami tetep diskusi bagaimana ini cepat selesai sesuai harapan,” ungkap Ukon.

Aruna yang terus mengedepankan sinergi dengan masyarakat melalui Aruna Hub, sangat mengapresiasi keterbukaan KKP untuk mau mendengar aspirasi nelayan sebagai bagian dari ekosistem perikanan dalam mengimplementasikan sustainable fisheries concept. Hal ini dilakukan untuk menerapkan sistem perikanan yang berkelanjutan memang harus tetap memperhatikan kepentingan setiap golongan yang terlibat didalamnya, termasuk masyarakat pesisir bahkan para pelaku perikanan di bagian supplier seafood. Dengan demikian, setiap kebijakan bukan hanya dibuat untuk kepentingan pemerintah, pelaku usaha, konservasi, atau masyarakat kecil saja melainkan dapat memunculkan sinergi agar dapat berjalan dengan baik dan simultan.

Aruna Ciptakan Forum Perikanan Berkelanjutan

Pada 17 dan 18 Maret 2022 lalu, Aruna, startup perikanan asal Indonesia yang merevolusi ekosistem perdagangan hasil laut melalui teknologi, mengadakan sebuah acara bertajuk “Indonesia Ocean Sustainability Forum (IOSF) 2022 by Aruna”.

Sebagai satu dari sekian rangkaian acara hari jadi Aruna yang ke-6, IOSF 2022 by Aruna menghadirkan sebuah FGD, talkshow, dan webinar yang mengupas tuntas mengenai implementasi keberlanjutan ekosistem laut. Acara anniversary Aruna yang ke-6 turut dihadiri oleh berbagai pembicara ahli, seperti akademisi, pejabat pemerintah, praktisi bisnis, dan LSM.

Acara tersebut dibuka oleh Co-Founder dan Chief Sustainability Officer Aruna, Utari Octavianty. Ia mengatakan, “IOSF 2022 by Aruna ini menandai optimisme kami pada keberlanjutan ekosistem laut yang bisa diimplementasikan melalui proses bisnis yang bertanggung jawab di aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hingga saat ini, melalui Local Heroes kami di lapangan, kami mengedukasi nelayan tentang banyak hal, seperti pengetahuan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan tentang pentingnya konsep keberlanjutan. Di lain hal, kami juga memfasilitasi mereka dengan akses menuju permodalan, asuransi kesehatan, sekaligus menyediakan lapangan pekerjaan untuk istri para nelayan.”

Dihadiri Oleh Pakar Ahli Perikanan dari Berbagai Bidang

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Republik Indonesia, Sakti Wahyu Trenggono, yang diwakili oleh Kepala Badan Riset dan SDM KP, I Nyoman Radiarta, turut memberikan dukungannya terkait dengan harmoni ekologi dan ekonomi pada ekosistem kelautan atau dikenal dengan Blue Economy. Blue Economy ini diyakini mampu membuka peluang investasi dan lapangan kerja, serta semakin mendongkrak perekonomian nasional. Mengamini hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa pihaknya juga siap untuk mengumpulkan komitmen global dalam rangka merealisasikan restorasi kesehatan laut dengan menerapkan kuota penangkapan. Hal tersebut dilakukan demi terwujudnya sustainable fishery dan seafood. Pada kesempatan yang sama, LPEM UI pun menyampaikan hasil risetnya terkait peningkatan perekonomian masyarakat wilayah pesisir pasca kehadiran Aruna sebagai startup dalam negeri yang bergerak di bidang fishery industry.

Hasil Dari “Indonesia Ocean Sustainability Forum (IOSF) 2022”

Untuk diketahui secara lebih rinci, riset dan acara IOSF 2022 by Aruna secara keseluruhan mengacu pada 3 poin utama di bawah ini, yaitu:

  • Pentingnya merumuskan dan membumikan konsep Blue Economy serta memiliki blue print yang jelas tentang strategi perikanan Indonesia.
  • Diperlukannya pendampingan dan edukasi bagi nelayan Indonesia tentang Climate Change beserta dampaknya pada komoditas laut.
  • Perumusan peraturan pemerintah yang ajeg dan memihak pada masyarakat. Hal ini dilakukan agar para pelaku usaha dapat beroperasi dengan lebih tenang dan tingkat kepercayaan investor pada sektor perikanan di Indonesia pun akan semakin tinggi.

Harapannya, 3 poin tersebut dapat menjadi framework kita bersama dalam mencapai keberlanjutan ekosistem dan perikanan. “Indonesia Ocean Sustainability Forum (IOSF) 2022 by Aruna” ini menandai komitmen Aruna untuk mensejahterakan seluruh pemangku kepentingan di industri perikanan, mulai dari nelayan, masyarakat pesisir, pelaku bisnis, pemerintah, serta masyarakat umum, seperti konsumen.