Asal Mula Penerapan Prinsip Traceability yang Wajib Diketahui

Nakama Aruna

September 14, 2021

Traceability diterapkan secara luas

Laut kaya akan seafood berkualitas tinggi. Sektor kelautan dan perikanan terbukti mendukung mata pencaharian jutaan orang di seluruh dunia. Namun sekitar seperempat dari proses penangkapan ikan justru mengeksploitasi manusia, lingkungan laut dan mengabaikan peraturan yang ada. Melacak produk makanan laut dari titik tangkapan hingga siap dihidangkan dapat membantu memastikan agar prosesnya legal dan kredibel. Inilah yang kita sebut dengan traceability. Prinsip ketertelusuran ini merupakan bagian penting dalam rantai distribusi suatu produk pangan. Prinsip ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menjamin kualitas dan keamanan suatu produk. Oleh karena itu, prinsip ini telah diterapkan oleh banyak negara.

Traceability Mulai Diberlakukan di Uni Eropa sejak tahun 2002

Penerapan prinsip ketertelusuran telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari mata rantai produksi dan distribusi pangan global pada dekade terakhir. Dalam durasi itu, prinsip ketertelusuran dikembangkan sesuai dengan kondisi di masing-masing wilayah.  Undang-Undang Pangan Umum Uni Eropa berlaku pada tahun 2002. Pemberlakuan ini membuat ketertelusuran wajib untuk semua bisnis makanan. Hal ini mengharuskan semua operator makanan menerapkan sistem khusus. Mereka harus mampu untuk mengidentifikasi dari mana produk mereka berasal dan dengan cepat memberikan informasi yang tepat kepada otoritas yang kompeten.

Sejak 1 Januari 2005, negara-negara Uni Eropa mengatur bahwa setiap pelaku usaha produksi pangan dan pakan wajib menerapkan sistem ketertelusuran, meskipun konsumen tidak menuntutnya. Sistem ini juga bersifat wajib di Jepang. Belakangan, Australia, Argentina, dan Brazil mulai mewajibkannya untuk daging sapi dan produk-produk ekspor. Hal ini dilakukan karena permintaan negara-negara tujuan ekspor mereka.  

Indonesia menerapkan kebijakan traceability pada tahun 2010

Secara luas diakui bahwa praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing merupakan ancaman serius bagi ekosistem laut. Ini sudah disadari oleh hampir semua negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Karena itu, kebijakan traceability sudah diterapkan sejak tahun 2010 melalui Peraturan Menteri Perikanan dan Kelautan (Permen KP) No. 18/2010 dan telah direvisi melalui Permen KP No. 48/2014, tentang logbook penangkap ikan. Tujuannya tak lain adalah untuk mengumpulkan data hasil tangkapan dari penangkap ikan. Jadi, dengan adanya logbook ini kita bisa tahu kegiatan kapal mulai dari penangkapan ikan hingga didaratkan.

Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sudah menerbitkan Sistem Ketertelusuran dan Logistik Ikan Nasional (Stelina) tentang pelaksanaannya mulai dari pembinaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan sesuai Permen KP Nomor 29 Tahun 2021. Stelina juga dimaksudkan untuk memudahkan dan mendukung eksportir dalam memenuhi syarat traceability di negara tujuan. Pengembangan Stelina ke depannya juga harus dengan berbasis elektronik.

Bukan hanya kualitas saja yang mesti dijaga, tetapi konsumen pun juga berhak untuk mengetahui asal usul seafood yang akan dikonsumsi. Sebagai konsumen, kita tentunya ingin tahu apakah seafood yang kita makan berasal dari penangkapan legal atau tidak dan berbahaya bagi kesehatan atau tidak. Oleh karena itu, penting adanya prinsip traceability untuk memastikan produk seafood tersebut diketahui asal-usulnya. Dengan mengetahui adanya pencatatan asal-usul ikan, tentunya akan menjamin penangkapan hingga distribusi sesuai dengan regulasi yang ada.

Nah, untuk kamu yang ingin mengonsumsi produk makanan laut yang sudah terjamin dengan sistem ketertelusuran yang baik, yuk di Seafood by Aruna aja!

Leave a reply

Array

No comments found.