Ingus Laut dan Dampaknya bagi Fisheries Indonesia
Jika hampir kebanyakan dari kita pasti sudah paham dengan ingus, lantas apakah sudah banyak yang mengenal ingus laut? Istilah ini merupakan fenomena yang terjadi di dunia fisheries Indonesia, dimana sebelumnya hal serupa juga pernah terjadi di negara Turki. Yang jadi pertanyaan selanjutnya, apakah fenomena ini merupakan hal baik ataukah hal buruk?
1.Pertanda buruk dunia fisheries Indonesia
Seperti yang sudah kita ketahui bersama, lendir atau ingus pada manusia muncul pada saat kondisi tubuh sedang tidak baik-baik saja. Demikian juga jika ingus ini muncul di permukaan laut. Hal ini merupakan pertanda buruk dan harus segera ditangani sebelum dampaknya semakin meluas dan mengganggu ekosistem laut di negara kita.
Fenomena ini pertama kali terdeteksi di bagian timur Indonesia, tepatnya di perairan Pulau Bima, Nusa Tenggara Barat. Lendir laut atau sea-snoth ini sudah mengejutkan dan menyita perhatian sejak dilaporkan pada akhir bulan April 2022. Berikut ciri-ciri yang dilaporkan:
- Merupakan pencemaran air di ekosistem fisheries Indonesia
Cairan ini sekilas seperti tumpahan kopi susu yang menutupi pinggir laut. Karena menutupi permukaan laut, maka aliran oksigen yang terhambat akan mengganggu keberlangsungan hidup makhluk hidup yang ada di laut. - Berwujud lumpur yang berlendir dan menyerupai gel
Dengan warna keruh kecoklatan, hamparan lendir ini menutup permukaan laut dan dapat mengganggu keseimbangan ekosistem biota laut di sekitar Teluk Bima. Tim peneliti kelautan dari Kabupaten Bima sudah turun ke lapangan untuk mengambil sampel dan menelitinya di laboratorium. - Disebut juga jelly foam atau busa jeli
Tim Bidang Perhutanan Rakyat, Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Bima menyatakan karena memang gumpalan ini memiliki tekstur yang berbusa, maka para pengamat memberikan julukan demikian. Bahkan sifatnya pun mirip gelatin.
2. Sudah lama muncul di Turki
Ternyata fenomena pencemaran laut yang bentuknya menyerupai gel ini pertama kali dilaporkan muncul di perairan negara Turki sejak tahun 2007. Dan medio tahun 2021 semakin buruk, bahkan mencetak rekor sebagai yang terparah sepanjang sejarah.
Menurut tim peneliti setempat, kemunculannya dikarenakan pembusukan dari jutaan rumput laut yang dipicu oleh suhu bumi yang meningkat. Selain itu, pembuangan limbah masyarakat pun turut serta memperburuk fenomena ini. Bukan hanya fisheries industry negara mereka saja yang terganggu, tetapi dunia pariwisata pun mengalami hantaman buruk karena fenomena ini. Karena kemunculannya memang pertama kali berada di sekitar Laut Hitam.
3. Dapat berdampak buruk bagi dunia perikanan
Dilaporkan oleh masyarakat dan dibenarkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bima bahwa banyak ikan yang mati mengambang di sekitar tempat kejadian. Ikan yang telah mati karena munculnya fenomena jelly foam ini disarankan untuk tidak dikonsumsi lagi oleh masyarakat, sementara menunggu hasil penelitian yang dilakukan oleh tim laboratorium DLH Kabupaten Bima.
Semoga setelah hasil penelitian laboratorium nanti telah dikeluarkan secara resmi, ada tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah berlangsungnya dampak buruk yang terjadi. Disinilah pentingnya peran masyarakat bersama Aruna, untuk menggalakan sustainable fisheries diterapkan di seluruh aspek yang berkaitan dengan perikanan Indonesia.
Karena dengan terus mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, maka kita ikut memajukan perindustrian maritim. Sehingga jika seluruh lapisan masyarakat bukan hanya mulai sadar pentingnya mengkonsumsi produk laut, tetapi juga ikut menjaga kelestarian industri perikanan (sustainable fisheries).
Leave a reply
No comments found.