Marine Talk Bahas Kepiting Bakau, Suarakan Sustainable Fisheries

Marco

May 26, 2022

kepiting bakau, sustainable fisheries, startup perikanan

Pada hari ini, 25 Mei 2022, Aruna sebagai sebuah startup perikanan asal Indonesia kembali mengadakan Marine Talk. Marine Talk adalah talkshow yang mengundang seorang Nakama Aruna untuk mendiskusikan suatu topik, sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Syahrizal Siregar selaku Manager Area Aruna di wilayah timur Indonesia menjadi pembicara di acara Marine Talk kali ini dan mengangkat tema “Kepiting Bakau, Crustacea Unggulan Penghuni Mangrove”. Wah, kira-kira, apa yang akan Syahrizal bicarakan, ya? Yuk, simak artikel di bawah ini!

1. Karakter kepiting bakau, ada yang sudah tahu?

Kepiting bakau merupakan hewan yang bersifat omnivora scavenger. Dengan kata lain, ia adalah hewan pemakan segalanya, bahkan termasuk hewan mati! Di sisi lain, kepiting bakau juga bersifat kanibal yang sangat menyukai bau amis seperti ikan segar. Bau amis, ya, bukan bau busuk. Kepiting bakau bisa membedakan di antara keduanya, lho, jadi jangan salah!

“Uniknya, kepiting bakau ini juga merupakan hewan nokturnal. Ia aktif makan di malam hari. Untuk itu, waktu paling bagus untuk memasang perangkap adalah di sore hari, sebelum akhirnya diambil kembali di pagi harinya. Untuk diketahui, waktu terang bulan purnama, kepiting bakau akan molting dan puasa, sehingga kadar daging dalam tubuh kepiting pun menjadi sedikit. Itulah mengapa, di saat-saat tersebut, kondisi kepiting bakau akan kurang bagus apabila ditangkap.” ujar Syahrizal.

2. Jangan pakai alat ini kalau mau memancing kepiting bakau!

Tahukah kamu bahwa kepiting bakau memiliki nilai ekonomis yang tinggi apabila dijual dalam kondisi masih hidup? “Nah, ini catatan pentingnya,” kata Syahrizal. “Sebagai startup perikanan asal Indonesia, kita harus bantu menggaungkan tentang beberapa peraturan yang harus dilakukan untuk menangkap kepiting, seperti dilarangnya penangkapan kepiting menggunakan jaring. Mengapa? Karena kepiting akan stres dan cepat mati karena terjerat jaring kita.”

Selain itu, perlu diketahui bahwa hal tersebut sejatinya sudah diatur dalam PERMEN KP Nomor 12 tahun 2020. PERMEN KP (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan) tersebut berisikan perencanaan yang bersifat indikatif, memuat visi, misi, tujuan, sasaran strategis, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). 

“Adapun, persyaratannya meliputi dokumen perizinan, jenis komoditas yang akan dikeluarkan, kemudian juga kondisi komoditas yang akan dikeluarkan一bertelur atau tidak, serta kesesuaian ukuran yang ditentukan. Ini harus kita jaga betul-betul karena peraturan ini dibuat juga bukan tanpa tujuan, ya. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga keberlanjutan ekosistem laut Indonesia. Peraturan ini berlaku untuk benih bening lobster, lobster muda, lobster, lobster pasir, lobster jenis lainnya, kepiting, dan rajungan,” Syahrizal menambahkan, menjelaskan sekilas tentang sustainable fisheries.

3. Masa hidup hanya berkisar antara 3 hingga 4 tahun

Bicara lagi tentang kepiting bakau, jangan salah persepsi, ya. Kepiting bakau itu tinggal di wilayah hutan bakau yang berlumpur, lho, dan bukan di terumbu karang. Kepiting bakau juga biasanya akan tumbuh cepat dalam satu tahun pertamanya. “Saat masih berbentuk karapas, ukurannya saja sudah mencapai 16 cm. Namun setelah itu, pertumbuhannya akan menjadi sangat lambat, Dengan masa hidup yang hanya berkisar antara 3 hingga 4 tahun, ukuran maksimal karapas itu hanya 28cm,” pungkas Syahrizal. Wah, rupanya, masa hidup kepiting bakau singkat sekali, ya!

Aruna sebagai startup perikanan asal Indonesia tak henti-hentinya mengingatkan Teman Aruna untuk selalu sadar akan makna dan implementasi dari konsep keberlanjutan ekosistem kelautan. Hal ini tentu menjadi hal yang sangat penting, mengingat kita hidup di negara kepulauan dengan luas laut terbesar nomor dua di Indonesia. Keren, ya! Yuk, bersama Aruna suarakan sustainable fisheries.

Leave a reply

Array

No comments found.